Senin, 26 Januari 2009

My Inspiration: 9 Matahari Magic Words


I've just finished reading 9 Matahari by Adenita. Such a great novel that inspired me so much. Sometimes i felt that she (Adenita) tried too hard to explain every little thing, but still.. i love the idea. Believe it or not, i feel very full after reading it. With my teardrops on my pillow, i said to myself that i should push my self harder. I realize that i spent my days in a very lazy way. Bad, huh? And i should learn how to say "i can" in my everyday.

I found many great quotes there..but my fave magic word is "when you're wishing to be someone else, someone else in somewhere is wishing to be you.." it's just like an answer for my ungrateful behavior. I should begin to concentrate on me. Myself. My strength. My ability. What i can give to others. I should not judge a book by it's cover.

Life is full of romance..when it comes to you in a colorful design. You dream, you struggle, you fall, you cry, you evaluate, you stand up, you work hard, you achieve. It's just like a rainbow that comes after heavy rain. Let's change that magic word into some magic actions. Start from now on...


PS: 9 Matahari told us that we should not regret what u did in the past, or bad situation you're facing now. But, suddenly i remember this S Club 7 song..

"Have You Ever"

Sometimes it's wrong to walk away, though you think it's over
Knowing there's so much more to say
Suddenly the moment's gone
And all your dreams are upside down
And you just wanna change the way the world goes round

Tell me, have you ever loved and lost somebody
Wished there was a chance to say I'm sorry
Can't you see, that's the way I feel about you and me, Baby
Have you ever felt your heart was breaking
Lookin down the road you should be taking
I should know, cos I loved and lost the day I let you go

Can't help but think that this is wrong, we should be together
Back in your arms where I belong
Now I've finally realised it was forever that I've found
I'd give it all to change the way the world goes round

Tell me, have you ever loved and lost somebody
Wished there was a chance to say I'm sorry
Can't you see, that's the way I feel about you and me, Baby
Have you ever felt your heart was breaking
Lookin down the road you should be taking
I should know, cos I loved and lost the day I let you go

I really wanna hear you say that you know just how it feels
To have it all and let it slip away, can't you see
Even though the moment's gone, I'm still holding on somehow
Wishing I could change the way the world goes round

Tell me, have you ever loved and lost somebody
Wished there was a chance to say I'm sorry (I'm sorry)
Can't you see, (ohhh) that's the way I feel about you and me, Baby
Have you ever felt your heart was breaking
Lookin down the road you should be taking
I should know, (I should know) cos I loved and lost the day I let
Yes I loved and lost the day I let
Yes I loved and lost the day I let you go


It's time to say good bye to all sad memories. And just like another magic word from Adenita, everybody can be a winner. So, don't sing (that song) too much :p

Minggu, 25 Januari 2009

Diam Pun, Ada Risikonya


Percaya karma? Saya sih, lebih memilih istilah "kebaikan dibalas kebaikan dan kejahatan dibalas kejahatan" daripada karma. Fa man ya'mal mitsqala dzarah khairan yarah, wa man ya'mal mitsqala dzarah syarran yarah. Siapa menanam, dia menuai. Siapa malas, dia tidak mendapat apa-apa. Siapa bekerja keras, pasti menikmati buah kesungguhannya. Mungkin hasilnya tidak cepat terlihat dan terasa, tapi akan datang pasti. Suatu saat nanti. Sayangnya, banyak orang menuntut kesuksesan instan dalam hidup mereka. Dan akhirnya membuat mereka memilih jalan pintas meraih sukses. Sukses, yang (jika mereka mau menyadarinya) hanya dinikmati sejenak di dunia.

Untuk meraih keberhasilan, kita tak bisa hanya mengharap keajaiban. Untuk mengubah kondisi diri ke arah yang lebih baik, kita tak bisa mengharap orang lain memperbaikinya untuk kita. We do have power inside us and we must use it for the shake of our life. Dan untuk melatih inner power tersebut, kita harus bergerak dan belajar. Berusaha untuk tidak selalu melihat ke atas dan silau oleh kemilau penampilan fisik. Berupaya untuk memahami bahwa kehidupan adalah berbuat dan berbuat. Tidak sekadar menginginkan sesuatu, tapi juga berdaya mewujudkannya.

Saya ingin bergerak dan bergerak. Saya ingin menajamkan seluruh indra. Saya tidak mau dikalahkan keadaan. Saya ingin membuat resolusi yang melahirkan revolusi. Karena, jika diam pun ada risikonya, mengapa harus takut bergerak?

Jika hanya diam, kita akan melihat diri kita dikalahkan waktu. Kita akan melihat betapa lambatnya proses diri kita untuk maju. Kita akan menyaksikan teman-teman sebaya memiliki lebih banyak pengetahuan dan karir cemerlang, melesat jauh meninggalkan kita. Jika hanya diam, kita akan berada dalam zona nyaman yang membunuh intelektualitas, rasa, dan semangat. Jika kita hanya diam, kita akan melihat alam semakin rusak dan bencana makin marak. Jika hanya diam, kita hanya bisa mengutuk dan mencaci, padahal kita tak pernah mencoba mengubah sesuatu.
  • Meski gagal, berusaha merupakan satu langkah lebih maju dibandingkan diam.
  • Jangan merasa terbatas, karena keterbatasan diciptakan oleh diri kita sendiri.
  • Belajar dan bekerja dengan giat, bukan melulu tentang nilai yang baik dan promosi. Semuanya demi kebaikan diri kita sendiri. Semakin baik yang kita lakukan, semakin banyak pengalaman yang kita dapatkan, semakin besar perubahan yang kita buat ke arah hidup yang lebih baik.
  • Jangan selalu terpukau dengan kedudukan orang lain. Karena, tiap orang memiliki waktu yang berbeda untuk menjadi "berhasil". Jangan pernah berpikir Tuhan tidak adil.

Entah satu bulan, satu tahun, atau sepuluh tahun lagi, kebajikan yang kita kerjakan akan membawa kebaikan bagi kita. Kesungguhan akan berbuah manis. Menurut saya, itu sudah menjadi sunnatullah. Hukum alam. Reaksi dari aksi. Sebab akibat. Namun jika kita tetap memilih untuk berdiam diri, bersiaplah menerima risiko didiamkan oleh semesta.

Jumat, 23 Januari 2009

Tak Ada Lagi yang Disembunyikan


Obama berpidato. Di sampingnya, Menlu AS yang baru, Hillary Clinton. He said, "America is committed to Israel security.." Nggak cuma itu, Obama juga menekankan akan mendukung dan melindungi Israel dari segala bentuk ancaman. Saya, beberapa rekan, dan si bos, terpaku menatap layar tv. Mengamati. Akhirnya, si anak Menteng itu bicara dengan jelas tentang sikapnya terhadap konflik Palestina-Israel. Sangat jelas malah. Karena, setau saya, dia adalah presiden AS pertama yang mengakui dengan tegas dan gamblang bahwa AS akan setia pada Israel. Akhirnya, AS berani juga "go public" tentang relationshipnya sama Israel. Setelah selama ini kemesraan mereka backstreet, meskipun sudah menjadi rahasia umat sedunia. Saya ucapkan selamat.

Lucu ya. Presiden yang berjanji akan menjaga perdamaian dunia kok memilih melindungi si penebar ancaman. Bukannya malah melindungi bangsa-bangsa yang diancam. Ironis. Tragis. Menyedihkan. Memilukan. Memalukan.


Kalau satu lemparan batu dibalas satu tembakan, apakah yang dibela adalah yang melepaskan tembakan? Kalau satu lemparan granat dibalas puluhan bom fosfor putih yang mampu membakar kulit sampai tulang, apakah yang dibela adalah yang melepaskan bom fosfor? Kalau satu roket dibalas ribuan missil DIME yang mengoyak tubuh tanpa ampun, apakah yang dibela adalah yang mengirim DIME?


Jika jawabannya ya..maka saya hanya bisa mengelus dada. Kok ada ya, manusia yang "lengkap" tidak punya nurani dan tidak punya otak?


Saran saya, daripada mulut berbusa, sibuk mengklaim diri sebagai penjaga perdamaian dunia (bahkan mengalahkan otoritas makhluk bernama UN), sebaiknya Mr. President kembali membuka buku dan kamus.
Back to school, belajar mengharmonisasikan pikiran dan perasaan. Memahami kembali hakikat sejati perdamaian. Menyelami kembali apa itu objektivitas, keadilan, kemanusiaan, hak asasi manusia, dan cinta sesama. Kalau mau ditarik benang merah, pasti Anda melihat ada kalimat TANPA PANDANG BULU yang terkandung di dalamnya.

Jika tidak mau, lebih baik ucapkan selamat tinggal pada perdamaian dunia....

Kamis, 08 Januari 2009

Move on with My Life


I gotta move on with my life. Itulah yang terbersit di benak saya, ketika tiba di penghujung Desember 2008..mendapati lebih dari separuh hal di wishlist yang tak tergapai. Yang menyedihkan, saya lah penyebab gagalnya cita-cita itu. Bukan orang lain, bukan keadaan. Saya mendapati diri saya kurang mampu mendisiplinkan hati dan pikiran, sehingga tidak konsisten menjalani tujuan hidup. Saking tidak mampunya, banyak hal yang kebablasan. Ini terutama menyangkut urusan finansial. Saya gagal mengencangkan ikat pinggang. Ini membuat saya sempat pesimis menghadapi krisis global menjelang akhir tahun 2008. Hehe..lagaknya kayak pebisnis kakap yang punya puluhan perusahaan aja.


Kekecewaan saya mendapati banyak impian yang tidak tercapai, tak urung membuat saya melakukan flashback. Kalau diliat-liat, tidak ada yang salah dengan wishlist saya. Semua dibuat dengan tidak muluk-muluk, alias realistis. Beberapa memang butuh perjuangan cukup berat, namun bukan berarti berat dilakukan. Pfuih..baru nyadar, ternyata saya belum mampu menata emosi dengan baik. Akibatnya ya itu..perubahan mood yang naik turun membuat saya seenaknya melakukan hal-hal tidak penting yang merusak kualitas hidup. Dan seperti biasa, menyesal datang belakangan. Kalau diingat, bikin dada terasa sesak.


Parahnya, kekecewaan saya terhadap diri saya berlangsung cukup lama. Saya mulai merasa ada yang tidak beres dengan diri saya sejak pertengahan Desember. Dan kegamangan itu berlangsung hingga malam tahun baru 2009 berlalu. Bahkan beberapa hari di awal Januari. Padahal biasanya selesai mengevaluasi the journey of my life selama satu tahun, saya akan melewati malam pergantian tahun dengan tangisan haru berbalut optimisme baru. Ada apa dengan saya?


Akhirnya saya putuskan menguntai benang kusut yang ada di benak saya. Ada banyak masalah di sana. Setelah ditelaah secara komprehensif dan dikupas secara tuntas, saya sadar semua “masalah” tadi seharusnya tak perlu menjadi masalah selama saya bersyukur dan memandang segala hal menyesakkan tadi dari sudut pandang berbeda. Ya, jika dilihat secara out of the box, “masalah” adalah anugerah. Anugerah yang tidak sepantasnya dikeluhkan.


Maka saya membulatkan tekad untuk menghentikan kepedihan mendalam saya. Lucunya, tekad saya itu tercetus ketika saya melewati sebuah lorong gelap di kantor. Meski gelap (karena tidak ada lampu menyala di sepanjang lorong), saya justru mendapatkan seberkas sinar terang. Sinar yang menjadikan tagline saya di awal tahun 2009 adalah “Banyak Bersyukur, Sedikit Mengeluh”. Sebuah semboyan klasik yang belum berhasil saya wujudkan dalam hidup sehari-hari. Dan opportunity saya melakukan banyak hal baru di tahun yang baru ini terbuka lebar. Asal itu tadi, saya bisa mendisiplinkan hati dan otak saya untuk stay on the right track.


Maka akhirnya, meskipun badan belum terbebas dari tumpukan lemak, belum bisa melanjutkan kuliah ke tingkat yang lebih tinggi, belum bisa umrah, belum bisa liburan ke tempat yang belum pernah dikunjungi, dan seseorang menolak untuk memimpikan saya dalam tidurnya:( saya belajar untuk selalu setia mengucapkan (dan menghayati) kata alhamdulillah dalam setiap untaian nafas....


Jika ingin membuat new year/birthday resolution, saran saya:

  1. Pertimbangkan kekuatan diri kita saat membuat resolusi dan perkirakan adakah kemungkinan kekuatan itu akan bertambah atau berkurang di bulan-bulan mendatang. Boleh optimis, asal tetap berpijak pada kualitas diri.
  2. Jangan membuat resolusi yang jauh lebih tinggi dari tahun sebelumnya. Lebih baik utamakan mewujudkan resolusi yang belum tercapai.
  3. Konsekuen dengan target yang dibuat.

Minggu, 04 Januari 2009

Secercah Asa di Tahun Baru


Tahun baru 2009.

Segala doa, harapan, dan cita-cita digantungkan. Sky is the limit. Menjadi pribadi yang lebih baik dari kemarin adalah kemuliaan. Dan untuk mewujudkan, benar-benar tidak mudah. Karena terlahir sebagai manusia, naik turun emosi dan pasang surut keimanan menjadi sebuah keniscayaan yang-rasanya tidak mungkin tidak-dirasakan.

Maka yang diperlukan adalah take the first step. Itu yang terberat. Itu yang selalu dibayangi ketakutan. Itu yang membuat kita tidak yakin. Gamang, ragu, berat, enggan. Padahal, satu langkah itulah yang akan membawa kita ke langkah-langkah berikutnya. Mengantarkan kita pada 1001 kemungkinan dan kesempatan.

Kita tak akan pernah tahu jika tidak mencoba. Dan untuk mencoba, jangan pernah ada menunda. Tak ada yang tahu apa yang terjadi di hari esok. Tak ada yang tahu kapan nyawa tercabut dari raga.

Melangkahlah, atau kita akan terus terbelenggu dalam masalah yang sama. Melangkahlah, agar segala penasaran sirna dan ketidakyakinan punah. Melangkahlah, agar hidup tak sekadar "mampir" ke dunia tanpa berbuat yang terbaik. Agar tak ada sesal di kemudian hari.

Dan sekarang, saya memberanikan diri untuk melangkah....

HAM Mana yang Dibela?


Sangat sangat sangat kecewa, nggak habis pikir, sambil bertanya-tanya dalam hati apakah perempuan bernama Tzipi Livni itu (Menlu Israel) punya nurani dan pikiran jernih. Di tv, dia bilang, “Jika banyak orang Palestina menjadi korban, itu wajar.”

Seorang perempuan bisa mengatakan hal itu?
Seorang ibu dua anak sanggup mengatakan hal itu?
Apakah dia tidak pernah mendengar kata kemanusiaan?
Apakah dia tidak pernah menyimak adanya HAM?

Paul Hanna dalam bukunya You Can Do It! mengatakan, “Semakin sering seseorang meneriakkan kehebatannya, semakin kecil rasa percaya dirinya.”


Sejak menyaksikan Tzipi itulah, mood menulis tiba-tiba menguap…