Rabu, 03 September 2008

Bila Harus Menunggu


Kata orang, menunggu merupakan pekerjaan paling menjemukan dan mematikan kreativitas. Menunggu adalah ketidakpastian. Menunggu berarti menghabiskan detik demi detik tanpa melakukan apa pun. Sedemikian buruk makna menunggu di benak manusia. Maka kita pun berusaha keras membunuh kehampaan saat menunggu. Sambil antre di bank atau mesin atm, tak jarang kita membaca majalah, sibuk sms-an, menelepon teman, atau mendengarkan musik dari pemutar musik.

Dalam skala lebih besar, menunggu juga bisa jadi bencana tersendiri. Menunggu jodoh yang tak kunjung hadir, menunggu anak yang belum juga dianugerahkan Sang Khalik, menunggu untuk lepas dari status pengangguran, hingga menunggu kesembuhan orangtua yang sedang sakit parah. Kesabaran yang awalnya diniatkan, perlahan pupus dan meranggas. Hingga kemudian menyisakan amarah, sikap skeptis dan sinis, ketidakpercayaan diri, bahkan berbuntut ketidakpercayaan pada orang lain dan antisosial. Jika orang optimis mengatakan "jika orang lain bisa, mengapa saya tidak bisa" maka orang yang lelah menunggu akan mengatakan "mengapa selalu orang lain, bukan saya."

Saatnya untuk tidak tunduk pada menunggu. Ada banyak cara untuk mengusir jenuh dan ketidakpastian dalam menunggu. Pertama, jangan pernah menaruh kata "menunggu" di benak kita. Enyahkan jauh-jauh. Katakan pada diri sendiri bahwa kita sedang menjalani babak-babak dalam kehidupan yang menyimpan banyak kejutan di dalamnya. Ada yang menyenangkan, ada pula yang menyakitkan dan membingungkan. Rasakan saja sensasinya. Just like a box of chocolates, we never know what we'll get..but we can have fun with that.

Kedua, ini saatnya kita menyibukkan diri dengan segala sesuatu yang bisa bermanfaat bagi diri sendiri dan orang lain. Jika selama ini kita merasa belum pernah bahagia atau merasa sangat senang, mungkin kita belum pernah berbagi dengan orang lain. Ada suatu perasaan super puas yang menjelma manakala kita mendahulukan kepentingan orang lain dan berbuat sesuatu bagi lingkungan. Jika kita tidak percaya, ini saatnya untuk mencoba.

Ketiga, kita harus belajar konsisten dan disiplin. Dua sikap itu amat penting untuk menguatkan diri kita kala diterpa rasa sedih karena 'tertinggal' dari yang lain. Dengan konsisten dan disiplin, kita menyadari bahwa diri kita berhak dan wajib bertambah baik dari hari ke hari, tak peduli sekeruh apa suasana hati kita. Jangan sampai karena sedih yang tak berujung, kita pun akan meratapi diri tanpa henti, lalu berhenti mengejar kebaikan. Saat menunggu, kita akan melihat bagaimana ikatan pertemanan dan persaudaraan yang hakiki dapat menumbuhkan semangat dan menguatkan kita untuk tak pesimis menatap hidup.

Keempat, berusaha untuk tak pernah lepas dari tawakkal. Tawakkal berarti tak sombong, juga tak takut. Ketika kita diberi kelebihan dalam hidup, kita tidak merasa besar karena kita tahu semua telah diatur oleh Sang Mahaagung. Sebaliknya kala kita sedang ditimpa kesulitan, kita tak gentar menghadapinya karena kita pun paham ini adalah sunnatullah yang berlaku baku bagi umat-Nya. Orang yang bertawakkal selalu memiliki harapan dalam melangkah. Orang yang bertawakkal selalu mengambil hikmah dari setiap peristiwa hidup. Orang yang bertawakkal tahu bahwa meski takdir telah digariskan, ia tetap diberi keleluasaan untuk mengubah nasibnya.

Kalau kita tak ingin menunggu, kita bisa bertanya dan memastikan kapan kita bisa meraih tujuan kita. Tapi ketika kita sadar bahwa ada kekuatan Mahadahsyat yang mengatur kita untuk harus menunggu, jangan pernah menggugat dan menyesali nasib. Karena, banyak hal tak terduga bisa terjadi dan menunggu pun bisa menjadi sesuatu yang indah.

1 komentar:

Anonim mengatakan...

Kenapa penantian jodoh selalu disebut-sebut ya dalam setiap tulisan lo? *piss ah*